BerandaAsalUsulBanjir Darah di Cimareme Garut – Kisah Inspiratif H. Hasan Arif (Bag....

Banjir Darah di Cimareme Garut – Kisah Inspiratif H. Hasan Arif (Bag. 1)

GARUT INTAN NEWS – Jika berkunjung ke Kabupaten Garut atau tepatnya ke Kecamatan Banyuresmi dimana di situ ada Situ Bagendit, pasti bakal melewati jalan KH. Hasan Arif yang terbentang dari gerbang awal masuk Banyuresmi dekat SMK Negeri 2 Garut sampai ke perbatasan Kecamatan Leuwigoong.

Siapakah H. Hasan Arif? Mengapa namanya diabadikan sebagai nama jalan di Kabupaten Garut?

KH. Hasan Arif merupakan tokoh utama dalam Peristiwa Cimareme Tahun 1919 semasa jaman Kolonial Belanda. Dalam buku karangan Aan Merdeka Permana berbahasa Sunda terbit tahun 2007, Peristiwa Cimareme Tahun 1919 diberi judul Banjir Getih di Pasantren Cimareme (Banjir Darah di Pesantren Cimareme).

Peristiwa Cimareme atau Banjir Darah di Pesantren Cimareme berawal dari penolakan KH Hasan Arif dan santri-santrinya atas kebijakan sistem penjualan padi setelah kejadian gagal panen pada tahun 1919.

Haji Hasan Arif, warga Kampung Cimareme, Desa Cikendal, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, merupakan keturunan Kesultanan Banten dari ayahnya Kiyai Tubagus Alpani. Ibunya Djamilah merupakan putri R Kartaningrat, pendiri Pondok Pesantren Cimareme.

Pada tahun 1919 kabupaten Garut terdiri dari empat distrik yaitu distrik Baluburlimbangan, Leles, Tarogong dan distrik Cibatu. Distrik Leles terletak disebelah utara kota Garut, sedangkan kampung Cimareme berada disebelah timur kota Leles. Disebelah utara berbatasan dengan distrik Baluburlimbangan dan distrik Cicalengka, sebelah barat dengan distrik Ciparay, sebelah selatan distrik Tarogong, sedangkan sebelah sebelah timur distrik Cibatu. Distrik Ciparay dan Cicalengka termasuk wilayah kabupaten Bandung.

Beberapa gunung mengelilingi kabupaten Garut, yaitu gunung Guntur, gunung Mlabar, gunung Papandayan, gunung Cikuray, gunung Galunggung dan gunung Telagabodas. Karena itulah, daerah ini cukup subur. Diketahui pada tahun 1917, tanah pertanian di kabupaten Garut mempunyai luas 3.143 km2 dengan jumlah penduduk 546.000 jiwa.
Protes H Hasan Arif dari Kampung Cimareme, Desa Cikendal, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut yang mempertahankan tanahnya, dari tangan kolonial Belanda atas kebijakan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menjadi peristiwa penting karena membawa pengaruh besar dalam permulaan abad ke-20.

Sejak muda, H Hasan Arif sudah sangat disegani oleh warga sekitar. Dia mengajar ilmu agama, membekali para santrinya dengan ilmu silat, dan sangat peduli dengan olahraga. Dia mendirikan perkumpulan pencak silat dan sepak bola. Dia juga melek dengan politik dan bergabung dengan perkumpulan Goena Perlaja yang dipimpin oleh Kiayi Abdullah dari Tegalgubuk Cirebon.

Goena Perlaja adalah pusat gerakan revolusioner yang memiliki tujuan yang sama dengan Serikat Islam (SI) Afdeling B. Perkumpulan ini diperkirakan mempunyai hubungan dengan beberapa tokoh seperti Surjopranoto, Ketua Adhi Dharma (Serikat Buruh Gula), Semaun dari ISDV, Alimin dan Abdul Muis dari SI Batavia, serta Sanusi dari Bandung.

Saat Peraturan Pembelian Padi diberlakukan pada 17 Maret 1919, H Hasan sudah melakukan penolakan. Dasar penolakannya bukan semata-mata faktor ekonomi, tetapi karena kebenciannya terhadap orang Belanda. Sikap bermusuhan itu sudah tertanam sejak dia masih kecil. Bapaknya selalu mengajarinya untuk menjaga jarak dengan orang Belanda dan kaki tangannya.

Bahkan pernah suatu kali, H Hasan ditawari jabatan resmi oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda sebagai tokoh agama, tetapi ditolaknya. Penolakan ini membekas dalam hati para pejabat pemerintah kolonial setempat.

Simak berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita GarutIntanNews.com di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaUeKWD1iUxcq6U1Fe40. Pastikan aplikasi WhatsApp sudah terinstal.

Baca Juga

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

TERKINI

Banyak Dibaca