GARUT INTAN NEWS – Di tengah pesona alam Desa Cintakarya, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, tersembunyi sebuah warisan budaya yang kaya akan nilai sejarah dan artistik, yaitu Batik Tulis Pasiran khas Kampung Adat Kampung Pasir Sunda Wiwitan. Batik ini tidak hanya menjadi cerminan kehidupan sehari-hari masyarakat setempat, tetapi juga mengandung nilai-nilai filosofis yang mendalam.
Menurut Wiwit Winarsih, Ketua Pengrajin Batik Tulis Pasiran Paseban 351, Batik tulis di Kampung Pasir mulai dirintis pada tahun 2010.
“Pertama-tama ibu-ibu di sini ngebatik tahun 2010, kami bisa ngebatik itu pertamanya di Cigugur Kuningan yang dipelopori Ibu Ratu Juwita Jati yang ada di Cigugur Paseban,” jelas Wiwit.
Namun, perkembangan signifikan terjadi pada tahun 2019 ketika para pengrajin dibina oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Garut.
Batik Tulis Pasiran memiliki dua motif utama yang khas, yaitu motif Mayang Kahuripan dan Leuit Pare. “Kalau ciri khas di sini motifnya yang satu Mayang Kahuripan, terus yang kedua Leuit Pare,” ujar Wiwit.
Motif Mayang Kahuripan melambangkan kehidupan sehari-hari masyarakat setempat, dengan elemen-elemen seperti domba, daun pisang, dan sisik ikan yang menggambarkan keberlangsungan hidup. Sementara motif Leuit Pare menggambarkan tempat penyimpanan padi di lumbung, simbol kesiapsiagaan masyarakat terhadap kekurangan pangan.
Meskipun belum memiliki galeri khusus, pemasaran Batik Tulis Pasiran dilakukan secara online dan melalui kunjungan langsung ke bale.
“Harapan kami ya mau sih berkembang, apalagi kalau misalkan sampai go internasional gitu ya cuma di sini pemasarannya belum begitu banyak,” kata Wiwit dengan penuh harapan.
Menariknya, Batik Tulis Pasiran menggunakan pewarna alami dan sintetis. Pewarna alami terbuat dari kayu-kayuan, daun jati, dan akar mengkudu, yang dijamin tidak mudah luntur.
“Pewarna alam kami kemarin sudah dibawa ke Swiss sama Filipina. Kemarin juga ada tamu yang dari Singapura, mereka belanja, ada yang dari pewarna sintetis dan ada yang dari pewarna alam,” ungkap Wiwit.
Harga batik dengan pewarna sintetis berkisar antara 800 ribu hingga 1,5 juta rupiah, sedangkan batik dengan pewarna alami memiliki harga yang lebih tinggi, yaitu sekitar 3,5 juta rupiah untuk satu setel lengkap dengan selendang.
Dengan segala keunikan dan nilai filosofisnya, Batik Tulis Pasiran dari Kampung Adat Kampung Pasir Sunda Wiwitan tidak hanya menjadi warisan budaya yang perlu dilestarikan, tetapi juga memiliki potensi besar untuk dikenal di kancah internasional.