GARUT INTAN NEWS – Masyarakat Akur Sunda Wiwitan merupakan komunitas adat yang setia menjaga dan melestarikan warisan budaya leluhur Sunda. Masyarakat yang berjumlah 36 kepala keluarga ini berada di Kampung Pasir, Desa Cinta Karya, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Tradisi dan budaya yang dipertahankan serta diwariskan dari generasi ke generasi mencerminkan kekayaan dan keragaman budaya Nusantara.
Sejarah Singkat Masyarakat Akur Sunda Wiwitan
Masyarakat Akur Sunda Wiwitan memiliki sejarah yang kaya dan panjang, dimulai pada abad ke-17. “Ngawitan Abah Wiguna, Abah Jangkung,” ujar Abah Endan.
Tokoh tersebut adalah pendiri awal yang membentuk fondasi bagi masyarakat adat ini. Kemudian, di abad ke-18, kepemimpinan diteruskan oleh generasi ketiga, yaitu Ma Empuh, dan generasi keempat, Abah Wiratma.
Ajaran Pikukuh Tilu
Salah satu ajaran utama yang dijaga dengan ketat oleh masyarakat Akur Sunda Wiwitan adalah Pikukuh Tilu (Tiga). Abah Endan menjelaskan bahwa ajaran ini memiliki hubungan erat dengan Cigugur, Kuningan, yang dipegang oleh Rama Pangeran Jati Kusuma di Cigugur, Kuningan di Paseban. Ajaran Pikukuh Tilu terdiri dari tiga prinsip utama:
1. Ngaji Badan : Pemahaman mendalam tentang diri dan kesadaran spiritual menjadi landasan utama bagi masyarakat Akur Sunda Wiwitan.
2. Tumut kana Tanah Taneuh : Memiliki dua aspek penting, yaitu “tanah Taneuh adegan sareng tanah taneuh ampara,” kata Abah Endan.
3. Taat ka Pemerintahan : Prinsip ini mencakup aturan ada 3, 2, 4, 5, 6, yang dipegang teguh oleh masyarakat adat.
Kampung Pasir bukan hanya sekedar tempat tinggal bagi masyarakat Akur Sunda Wiwitan, tetapi juga simbol keberlanjutan budaya dan ajaran leluhur yang kaya akan nilai-nilai kebijaksanaan. Mereka terus merawat dan mengembangkan warisan ini agar tetap relevan dan bermakna bagi generasi sekarang dan yang akan datang.