GARUT INTAN NEWS – Desa Kertajaya yang terletak di Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut, menyimpan kekayaan budaya yang tak ternilai, salah satunya adalah tradisi “Surak Ibra”. Tradisi ini memiliki akar sejarah yang panjang dan menjadi bagian integral dari identitas budaya masyarakat setempat.
Menurut Tatan Asmara, Kepala Desa Kertajaya, tradisi Surak Ibra terkait erat dengan sejarah penyebaran Islam di wilayah tersebut pada abad ke-4 atau ke-5. Pada masa itu, Sunan Rahmat Godog atau Prabu Kian Santang menggunakan metode adu ayam sebagai cara untuk menarik perhatian masyarakat dan menyebarkan ajaran Islam.
“Begitu berjalan, masyarakat ngumpul, ngadu ayam buyar diganti lah ganti dengan metode bahwa untuk menentukan salah satu pemimpin, misalkan kalau sekarang menentukan RW, atau tokoh kampung, bermusyawarah memelihara domba,” ujar Tatan Asmara kepada Garut Intan News.
Seiring berjalannya waktu, tradisi adu ayam digantikan dengan adu domba. Masyarakat kemudian menggunakan domba dalam proses pemilihan pemimpin lokal. Pemilik Domba yang menang dalam aduan akan diangkat dan disorakkan sebagai simbol kemenangan dan keunggulan.
“Semuanya memelihara domba, yang domba adunya bagus, Nah terus di adukan dombanya, udah di adukan baru yang menang baru di Ibra kan di diangkat keatas, di sorakkan, domba yang menang, yang punyanya di surakkan. yang menang itu jadilah sesepuh lembur (tokoh masyarakat),” jelas Tatan Asmara.
Pelaksanaan Surak Ibra pertama kali dilakukan di Balubur Limbangan pada malam hari. Tradisi ini merupakan gabungan dari tiga kesenian utama yaitu beluk, badeng, dan catrik.
“Ya makannya dalam Surak Ibra ini gabungan 3 kesenian, pertama beluk, kedua badeng, ketiga catrik. kalau beluk salah satu aweuhan, kalau catrik salah satu gaya atau bobodoran, kalau badeng salah satu alat kesenian,” tambah Tatan Asmara.
Menariknya, Surak Ibra melibatkan ritual khusus yang berlangsung selama tiga hari sebelum pelaksanaan. Ritual ini tidak hanya mengundang masyarakat, tetapi juga mengundang karuhun (leluhur), menunjukkan betapa dalamnya nilai spiritual yang terkandung dalam tradisi ini.
Sebagai kesenian asli dari Desa Kertajaya, Surak Ibra menunjukkan bagaimana warisan budaya dapat bertahan dan terus berkembang di tengah modernisasi. Tradisi ini tidak hanya memperkaya khazanah budaya lokal, tetapi juga memperkuat identitas dan kebersamaan masyarakat Kertajaya. Dengan demikian, Surak Ibra bukan hanya menjadi saksi bisu sejarah, tetapi juga bukti hidup dari kekuatan dan ketahanan budaya tradisional.