GARUT INTAN NEWS – Realitas tenaga pendidik di Indonesia seringkali terdengar dilematis, entah soal gajinya yang tidak memenuhi kebutuhan bulanan atau cerita dramatis cara pandang hedonis dan kapitalis pada cara kerja guru.
Munculnya pelabelan ‘guru honorer’ kian menyayat hati, bukan saja soal surutnya semangat kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas, namun soal kurangnya penghargaan yang diberikan pemerintah, masyarakat, dan instansi menjadi problematika saat ini.
Baru-baru ini soal guru honorer di Garut tengah memanas dengan adanya aksi demonstrasi yang dilakukan Forum Aliansi Guru dan Karyawan (FAGAR) Garut bersama ribuan guru honorer.
Tuntutan mereka terkait pengangkatan ASN dan PPPK yang perlu penambahan kuota hingga 2.000. Karena guru honorer di Indonesia memiliki permasalahan yang kompleks. Menanggapi itu, Kepala Sekolah SMAN 1 Garut, Sumpena Permana Putra menekankan perlu adanya pemberian kesempatan untuk guru muda atau honorer.
Karena jika melihat siklus pendidikan, tenaga honorer memang dibutuhkan oleh setiap sekolah. Guru honorer bisa menjadi pilihan bagi sekolah yang tidak mendapatkan kuota guru dari pemerintah sementara sekolah memerlukan tenaga pendidik lebih.
“Sebenarnya ini tidak bisa saling menyalakan, menumpuk guru honorer? Ya itu resikonya. Karena nanti pun akan berkurang, yang pensiun berilah kesempatan bagi yang muda-muda. Seperti saya pensiun tidak akan menjadi ngehonor lagi disini, saya beri kesempatan bagi yang muda,” tutur Sumpena.
Menurut Sumpena, siklus tersebut tidak bisa disalahkan oleh siapapun, namun adanya perhatian lebih serta kesempatan lah yang semestinya para guru honorer terima.