GARUT INTAN NEWS– Kabupaten Garut, yang populer dengan julukan Swiss Van Java, berhasil mempertahankan pesonanya sebagai destinasi pariwisata berkat keindahan alam dan warisan kolonialnya. Keelokan Garut dengan ciri khas uniknya telah menarik perhatian orang Eropa sejak zaman kolonial, mempromosikan keelokannya yang menawan.
Sejarawan dan budayawan Garut, Warjita, mengungkapkan bahwa Garut, sebelum Bandung meraih puncak popularitas, dianggap sebagai jantungnya Priangan oleh penjelajah Belanda. Keindahan geografis dan perkebunan Belanda yang memikat menjadi daya tarik bagi pengunjung dari manca negara.
“Juga adalah dengan banyaknya perusahaan-perusahaan Belanda yang memiliki perkebunan teh, karet, kina, dan sebagainya,” ungkap Warjita.
Kolaborasi unik antara gaya bangunan Eropa dan tradisional Sunda (Indis) dapat ditemui dalam bangunan-bangunan seperti Pamengkang, Gedung Kantor Disparbud, Kantor Pos Garut, dan Gedung BPKAD di Jalan Kian Santang. Bangunan-bangunan ini menjadi saksi sejarah kolonial yang kokoh berdiri hingga kini.
“Coba lihat saja yang namanya bangunan-bangunan itu kan pasti ada tinggi, kemudian ada suhunannya (atap), itulah kolaborasi dengan bangunan Sunda,” tambah Warjita.
Tidak hanya itu, Warjita menyoroti peran alun-alun Garut sebagai pusat kehidupan kota dan pemerintahan. Alun-alun ini, yang sudah ada sebelum masa kolonial, menjadi saksi keberlanjutan pusat pemerintahan tradisional dari Kesultanan Agung Mataram hingga masa kolonial Belanda.
“Nah itu adalah konsep hebatnya Garut itu, jadi masih tersisa warisan kolonial itu, dalam arti sebetulnya alun-alun bukan warisan kolonial, sudah ada, cuman oleh masa kolonial tidak dihilangkan maka dikolaborasikan,” ucapnya.
Bangunan bersejarah, seperti komplek Alun-Alun dan Pendopo, mulai dibangun pada tanggal 16 Februari 1813, pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Raffles. Meskipun beberapa bangunan bersejarah tidak beruntung, seperti Gedung Jangkung yang roboh akibat gempa pada 1979-1980, upaya pelestarian terus dilakukan dengan menetapkan banyak bangunan sebagai cagar budaya.
Saat ini, banyak bangunan heritage Garut sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. Warjita bersama Disparbud Kabupaten Garut berusaha menjadikan beberapa bangunan bersejarah di Kabupaten Garut sebagai cagar budaya.
Dalam peringatan Hari Jadi ke-211 Kabupaten, Warjita menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pelestarian warisan sejarah. Sementara itu, Darpan Winangun, seorang pemerhati sejarah Garut, menyayangkan kondisi beberapa bangunan bersejarah yang semakin memudar.
“Yang masih ada sekitar alun-alun itu gedung Bupati dan Babancong, itu relatif terpelihara bangunannya,” ucap Darpan.
Meski upaya pelestarian telah dilakukan, Darpan menyoroti keberadaan bangunan bersejarah yang semestinya menjadi saksi perjalanan kota ini, namun banyak yang telah terkikis oleh waktu dan modernisasi.
“Pecinan itu sekarang perubahannya sangat cepat, kalau saya lihat tahun 80-an itu bangunan-bangunan khas Chinanya itu masih di belakang Klenteng itu masih kelihatan suasana Chinanya, tapi sekarang di bagian depannya terutama sudah banyak diubah,” ungkapnya.
Dia juga mengisahkan upaya gagal untuk mempertahankan cerobong PTG (Pabrik Tekstil Garut), sebagai landmark, kini telah musnah tanpa meninggalkan bekas, menyusul upayanya tanpa dukungan pemilik dan kesadaran kolektif.
“Saya pernah dan kawan-kawan pernah menginisiasi agar cerobong itu tidak dirobohkan, tapi karena kepemilikannya juga sudah beralih menjadi milik swasta, susah bagi kita untuk mempertahankan itu tergantung pemiliknya,” kata Darpan.
Menyoroti kurangnya kesadaran akan heritage di Garut, Darpan merumuskan dua harapan penting. Pertama, pembentukan komunitas yang mampu memperjuangkan pelestarian heritage Garut. Kedua, perlunya heritage ini masuk dalam pendataan cagar budaya, yang didukung oleh regulasi yang jelas.
Baginya, heritage bukan hanya tentang bangunan, melainkan kisah sejarah yang menjadi penanda kejayaan Garut di masa lalu.
“Bangunan cagar budaya atau heritage ini punya nilai sejarah yang penting. Harapannya, agar heritage ini bisa menjadi penanda bahwa Garut ini pernah jaya, pernah unggul di masa lalu,” ujarnya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Garut, Luna Aviantrini, menyatakan bahwa beberapa langkah telah diambil pemerintah dalam upaya pelestarian bangunan Cagar Budaya di Garut. Ini melibatkan pendataan dan inventarisasi, penetapan cagar budaya, pemeliharaan, dan kerja sama dengan berbagai pihak. Meski demikian, Luna mengakui beberapa hambatan yang perlu diatasi, seperti kurangnya tenaga ahli dan kurangnya sosialisasi kepada masyarakat.
Pentingnya pelestarian heritage Garut menjadi tantangan bersama, dan upaya keterlibatan masyarakat serta dukungan penuh dari berbagai pihak diharapkan dapat menjaga keberlanjutan kekayaan sejarah dan budaya Garut.