GARUT INTAN NEWS – Siang yang terik tidak menyurutkan semangat tiga Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Lapas Kelas IIA Garut. Dengan sabit di tangan, mereka bekerja sama memanen padi di lahan seluas 600 meter persegi. Keringat yang mengalir menjadi bukti nyata perjuangan mereka, bahwa meski hidup dibatasi tembok tinggi, harapan untuk mandiri tetap bisa tumbuh.
Dalam kegiatan panen ini, terkumpul 400 kilogram padi. Prosesnya dipimpin oleh Kasubsi Bimker dan PHK, Egis Fantasi, bersama petugas lapas. Namun, peran utama tetap berada di tangan para WBP yang sejak awal terlibat dalam menanam, merawat, hingga akhirnya menuai hasil kerja keras mereka.
Bagi sebagian WBP, pengalaman turun ke sawah merupakan hal baru. Ada yang sebelumnya berprofesi sebagai buruh bangunan, bahkan ada pula yang sama sekali belum pernah menyentuh lumpur sawah. Lewat program pembinaan kemandirian Lapas Garut, mereka kini memperoleh keterampilan baru yang bisa menjadi bekal hidup setelah bebas.
“Awalnya saya tidak tahu cara menanam padi. Tapi setelah ikut belajar dan bekerja di sawah, saya merasa punya keterampilan baru. Rasanya bangga bisa ikut menghasilkan sesuatu yang nyata,” ujar salah seorang WBP dengan senyum malu-malu.
Kepala Lapas Garut, Rusdedy, menegaskan bahwa kegiatan pertanian ini bukan sekadar menghasilkan pangan, melainkan juga sarana membentuk karakter dan mental para warga binaan.
“Kami ingin mereka merasakan arti kerja keras, kebersamaan, dan kemandirian. Panen ini adalah bukti bahwa dengan kesempatan dan pembinaan yang tepat, WBP mampu produktif dan bermanfaat, baik selama masa pembinaan maupun setelah kembali ke masyarakat,” jelasnya.
Program panen padi ini juga sejalan dengan upaya akselerasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan dalam mendukung ketahanan pangan nasional.
Bagi Lapas Garut, sawah sederhana yang berada di balik jeruji bukan sekadar lahan pertanian, melainkan ruang harapan. Di sanalah para WBP belajar arti kemandirian sekaligus menemukan keyakinan baru bahwa hidup selalu menyediakan kesempatan kedua.