GARUT INTAN NEWS – Kunjungan istimewa Prof. Adrianus Meliala, Guru Besar Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Garut kembali menjadi sorotan positif. Ia juga dikenal luas sebagai pakar dalam studi penjara (penologi).
Kunjungan Prof. Adrianus ke Lapas Garut bukanlah yang pertama ke lembaga pemasyarakatan. Dalam kapasitas akademik dan kepakarannya, Prof. Adrianus rutin mengunjungi lapas-lapas di berbagai daerah sebagai bagian dari observasi dan penguatan keilmuan penologi. Kunjungan ini dilakukan dengan seizin dari pimpinan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Dalam sambutannya, Prof. Adrianus menyampaikan alasan khusus mengapa Lapas Garut menjadi salah satu tujuan kunjungannya kali ini.
“Saya mendengar banyak hal positif tentang Lapas Garut, khususnya soal inisiatif dan terobosannya. Maka saya ingin membuktikan sendiri, dan ternyata memang benar. Banyak hal yang saya temukan di sini tidak saya temui di lapas lain,” ungkap Prof. Adrianus.
Selama kunjungan, Kalapas Garut beserta jajaran mendampingi langsung dan menunjukkan berbagai program pembinaan kemandirian yang tengah berjalan. Tak hanya pelatihan kopi yang kini mulai populer di berbagai lapas, Lapas Garut juga mengembangkan:
Peternakan domba
Pembibitan lalat maggot
Budidaya ikan lele
Pemanfaatan lahan tidur untuk kegiatan produktif
Inovasi tersebut dinilai sebagai bentuk nyata keberhasilan membangun sinergi antara pihak lapas dengan mitra eksternal. Dalam pandangan Prof. Adrianus, pendekatan public-private partnership ini sangat penting, terutama di tengah keterbatasan anggaran negara.
Ia juga mengapresiasi keberadaan koperasi yang berfungsi sebagai entitas bisnis untuk menjembatani kerjasama dengan pihak luar.
“Langkah cerdas membentuk koperasi sebagai mitra kegiatan produktif adalah solusi tepat. Ini memberi ruang legal dan aman bagi Lapas untuk tetap menjalankan fungsi pembinaan tanpa tergelincir dari aturan,” ujarnya.
Namun, Prof. Adrianus juga menyoroti tantangan besar yang dihadapi sistem pemasyarakatan secara umum, yakni masalah keberlanjutan program. Ia menilai, banyak inisiatif bagus yang gagal dilanjutkan karena mutasi pejabat, minimnya sistem penghargaan, serta kurangnya perhatian dari pimpinan pusat.
“Jangan sampai ketika Kalapas berganti, program-program unggulan ini juga hilang. Hal seperti ini yang justru bisa mengecewakan publik, warga binaan, hingga para mitra yang sudah terlibat,” tegasnya.
Sebagai penutup, Prof. Adrianus berharap praktik baik dari Lapas Garut dapat dijadikan model oleh Kementerian Hukum dan HAM untuk diperluas ke berbagai UPT pemasyarakatan di seluruh Indonesia.
“Saya berharap apa yang dilakukan di Garut ini bisa menjadi teladan nasional. Kita butuh lebih banyak Lapas seperti ini untuk mewujudkan pemasyarakatan yang produktif, manusiawi, dan bermartabat,” pungkasnya.