GARUT INTAN NEWS – Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut kembali menunjukkan kepeduliannya terhadap hak-hak perdata masyarakat dengan menggelar Sidang Isbat Nikah bagi pasangan yang belum tercatat secara resmi oleh negara. Sebanyak 19 pasangan di Kabupaten Garut kini telah memiliki legalitas pernikahan usai menjalani proses isbat di Aula R. Soeprapto Kejari Garut, Jalan Merdeka, Kecamatan Tarogong Kidul, Rabu (22/10/2025).
Kegiatan tersebut dihadiri oleh Bupati Garut Abdusy Syakur Amin, Wakil Bupati Garut Putri Karlina, Kepala Kejaksaan Negeri Garut Helena Octavianne, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Garut Saepulloh, serta Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Garut Ayip.
Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin, menyampaikan apresiasi tinggi kepada Kejari Garut atas inisiatifnya membantu masyarakat memperoleh hak-hak perdata melalui kegiatan isbat nikah ini. Ia menilai, langkah tersebut tidak hanya memberi kepastian hukum bagi pasangan suami istri, tetapi juga berdampak luas pada pemenuhan hak sosial lainnya.
“Tadi yang sangat sederhana ini, kelihatan sederhana tapi juga berdampak pada hal-hal yang lain, hak-hak perdata, hak yang lain. Ini mengingatkan kembali kepada kami bahwa masih banyak saudara-saudara kita yang perlu didorong, dibantu,” ujar Bupati Garut.
Syakur menjelaskan, di Garut masih terdapat dua kelompok masyarakat yang belum memiliki legalitas pernikahan: pasangan yang menikah di bawah umur dan pasangan yang terkendala akses untuk mendaftarkan pernikahan secara resmi. Ia menegaskan perlunya edukasi berkelanjutan untuk mencegah perkawinan anak, karena dampaknya sangat kompleks terhadap aspek sosial dan ekonomi.
“Pertama masalah kemiskinan, kemudian masalah adalah perceraian juga di Garut masih relatif banyak, stunting juga, masalah edukasi dan ekonomi juga. Ini adalah salah satu naskah yang akan menjadi penyebab akar dari berbagai macam masalah,” tambahnya.
Wakil Bupati Garut, Putri Karlina, turut menyoroti fenomena pernikahan yang tidak tercatat, terutama di wilayah terpencil. Ia menilai, persoalan ini sering kali berakar dari tekanan ekonomi dan kurangnya pemahaman masyarakat.
“Masalah kemiskinan itu jangan diselesaikan dengan perkawinan, malah itu menyelesaikan masalah dengan masalah. Pasti kebanyakan karena itu (masalah ekonomi), jadi kayak mau lanjutin kuliah juga mungkin mereka bingung, jadi alternatifnya mereka dinikahkan, itu mindset-mindset yang masih kami temukan,” kata Putri Karlina.
Ia menegaskan pentingnya memperluas akses informasi dan edukasi agar masyarakat memiliki pandangan yang lebih modern terhadap pernikahan dan pembangunan keluarga.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Garut, Helena Octavianne, menjelaskan bahwa kegiatan ini digelar bertepatan dengan Hari Santri sebagai bentuk nyata kehadiran Kejaksaan di tengah masyarakat.
“Disinilah kejaksaan hadir di tengah-tengah masyarakat. Ini adalah perlindungan hak perdataan kepada wargi Garut sehingga mereka mendapatkan apa yang seharusnya sudah didapatkan seperti misalnya kartu keluarga, KTP, kemudian juga nantinya dapat bantuan sosial mereka tidak akan bingung karena sudah mendapatkan kejelasan secara hukum,” tegas Helena.
Helena menambahkan, usia pasangan yang mengikuti isbat nikah kali ini cukup beragam, mulai dari yang berusia muda sekitar 21 tahun hingga yang telah berusia hampir 60 tahun.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Garut, Saepulloh, juga memberikan apresiasi atas sinergi lintas instansi yang memungkinkan 19 pasangan tersebut segera memperoleh buku nikah.
“Kemungkinan masih banyak (yang belum terdaftar) dan mudah mudahan nanti kita serta pemerintahan daerah dengan instansi-instansi vertikal termasuk Kementerian Agama, Ketua pengadilan juga akan hadir menuntaskan permasalahan,” ucapnya.
Senada dengan itu, Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Garut, Ayip, menjelaskan bahwa isbat nikah merupakan bentuk perlindungan hukum bagi masyarakat yang telah menikah secara agama namun belum tercatat oleh negara.
“Karena memang yang terkait bukan hanya para pihaknya, tetapi ada anak-anaknya yang kemudian menjadi kesulitan untuk mendapatkan perlindungan dan hak-hak keperdataan lainnya,” jelas Ayip.
Ia menegaskan, meskipun isbat nikah menjadi solusi bagi pasangan yang belum tercatat, Pengadilan Agama tetap mendorong edukasi dan sosialisasi agar masyarakat memahami bahwa pernikahan di bawah tangan melanggar ketentuan hukum negara.
