GARUT INTAN NEWS — Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Slamet Garut mengadakan peringatan World Thalassemia Day 2025 pada Kamis (15/5/2025), di lingkungan rumah sakit yang berlokasi di Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap penyakit thalasemia serta mendorong kesadaran akan pentingnya deteksi sejak dini.
Wakil Bupati Garut, Putri Karlina, dalam sambutan virtualnya menyampaikan penghargaan kepada para pejuang thalasemia serta tim medis yang setia mendampingi mereka. Ia menegaskan perlunya skrining dini dan riset berkelanjutan demi kemajuan penanganan penyakit tersebut.
“(Para penyintas thalasemia) tidak pernah lelah berhenti berjuang dan tidak pernah lelah berhenti memberikan semangat dan optimisme kepada seluruh masyarakat yang juga sama-sama menderita thalasemia, juga menjadi teladan bagi kami bahwa hal istimewa yang terjadi dalam diri kita itu tidak menjadi kendala jika dihadapi dengan semangat maka akan terus menjadi suka cita yang perlu dirayakan,” ujar Putri Karlina.
Ia turut mendorong masyarakat agar aktif melakukan pemeriksaan dini dan mendukung kemajuan riset pengobatan thalasemia.
“Semangat terus untuk para penyintas, para pejuang, para rekan-rekan tenaga medis yang ikut sama-sama membantu menangani thalasemia, selamat hari thalasemia sedunia,” tambahnya.
Direktur UOBK RSUD dr. Slamet Garut, dr. Husodo Dewo Adi, menerangkan bahwa meski thalasemia tergolong penyakit langka, perhatian dan penanganan yang serius tetap sangat diperlukan.
Menurutnya, kegiatan ini merupakan langkah penting dalam memberikan edukasi seputar penyakit ini kepada masyarakat luas.
“Dengan adanya kegiatan ini, harapan kami itu dan juga Yayasan Thalasemia ini untuk kita berusaha untuk terus mensosialisasikan thalasemia supaya bagaimana kita untuk mencegahnya, bagaimana kita untuk mengidentifikasi pasiennya, pengobatannya, dan selanjutnya seperti itu,” kata dr. Husodo.
Ia juga menekankan pentingnya skrining sejak dini serta pemahaman mengenai thalasemia sebagai penyakit genetik yang bisa dicegah dengan perencanaan pernikahan yang lebih bijak.
Lebih jauh, dr. Husodo mengungkapkan bahwa terdapat sekitar 480 pasien thalasemia di wilayah Garut, sebagian besar masih berusia anak-anak, dengan rentang usia 7 bulan hingga 28 tahun. Ia menyebutkan bahwa pasokan darah untuk keperluan transfusi masih dipasok dari PMI Garut dan Bandung.
“Karena kita kan identifikasinya masih kemah pak, kita kan masih banyak masyarakat yang belum tau, apa itu pasien thalasemia. Kadang pasien thalasemia gak tau juga dia thalasemia, karena gak tau akhirnya gak berobat akhirnya meninggal,” ungkapnya.
Salah satu penyintas, Sadam Husen (27), turut membagikan pengalamannya menghadapi berbagai tantangan fisik akibat thalasemia seperti tubuh lemas, nyeri tulang, hingga sakit perut. Ia juga menyampaikan keluhan terkait antrean panjang untuk transfusi darah di rumah sakit.
“Untuk teman-teman ya, jangan patah semangat terus berjuang, kita berjuang bersama-sama karena kita harus terus berjuang ya teh ya. Jadi ya tetap semangat aja,” ujarnya.
Sadam juga menginginkan adanya peningkatan pelayanan di rumah sakit. Ia mendorong masyarakat agar lebih peduli terhadap thalasemia dan melakukan tes darah sebelum menikah sebagai langkah pencegahan. Ia juga menceritakan keberadaan komunitas remaja penyintas yang saling memberikan dukungan dan berbagi aktivitas bersama.
“Untuk sesama pejuang tetap semangat aja lah jangan pantang menyerah, kita sama-sama berjuang aja,” pungkasnya.